Diadaptasi oleh Tim Peduli Hati Bangsa: 17 September 2025
Setiap ibu hamil berhak mendapatkan informasi yang jelas dan benar mengenai kesehatan dirinya dan bayinya. Bagi ibu dengan Hepatitis C (HCV), sering muncul pertanyaan: apakah boleh hamil, bagaimana cara persalinan yang aman, dan apakah bayi bisa terinfeksi?
Panduan ini hadir untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengacu pada rekomendasi WHO terbaru.
Apakah skrining rutin antibodi HCV pada ibu hamil direkomendasikan?
Berdasarkan pedoman tata laksana infeksi Hepatitis C (HCV) pada kehamilan, skrining rutin antibodi HCV pada ibu hamil tidak direkomendasikan. Salah satu alasan utamanya adalah karena obat direct-acting antiviral (DAA) belum disetujui penggunaannya selama kehamilan.
Berdasarkan Guidelines for the Care and Treatment of Persons Diagnosed with Chronic Hepatitis C Virus Infection (WHO, 2018), terdapat beberapa ketentuan penting terkait penatalaksanaan HCV. Di wilayah dengan prevalensi antibodi HCV ≥2% atau ≥5%, seluruh orang dewasa, termasuk ibu hamil, sebaiknya mendapatkan akses dan ditawarkan pemeriksaan serologis HCV. Selain itu, pasangan intim dari pengguna narkoba suntik (penasun) juga direkomendasikan untuk menjalani tes HCV.
Jika terkonfirmasi terinfeksi HCV selama kehamilan apakah
dianjurkan untuk menggunakan pengobatan?
Seorang ibu hamil terkonfirmasi terinfeksi HCV dengan kondisi viremik (virus terdeteksi), ia dianjurkan untuk tetap melanjutkan kehamilannya. Penggunaan obat direct-acting antivirals (DAAs) tidak dianjurkan selama kehamilan, sementara terapi berbasis interferon dinyatakan kontraindikasi pada ibu hamil. Bagi perempuan hamil yang terinfeksi HCV, pengobatan dapat ditawarkan setelah masa menyusui selesai, sehingga keamanan ibu dan anak tetap terjaga sekaligus memastikan akses terhadap terapi yang efektif.
Apa pilihan persalinan bagi ibu dengan Hepatitis C?
Persalinan dengan operasi sesar tidak direkomendasikan semata-mata berdasarkan status infeksi HCV, melainkan harus didiskusikan bersama dokter sesuai kondisi medis ibu.
Studi menunjukkan bahwa risiko penularan HCV dari ibu ke janin tidak berkurang dengan tindakan operasi sesar; oleh karena itu, keputusan untuk melakukan operasi sesar sebaiknya didasarkan pada indikasi obstetri dan bukan pada infeksi HCV.
Infeksi HCV pada kehamilan bukan merupakan indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan.
Apa yang dimaksud dengan indikasi obstetri?
Indikasi obstetri adalah alasan medis yang berkaitan dengan kondisi ibu atau janin yang membuat tindakan tertentu, seperti operasi sesar (sectio caesarea), perlu dilakukan.
Beberapa contoh indikasi obstetri untuk operasi sesar antara lain:
Indikasi pada ibu:
- Disproporsi sefalopelvik (CPD) → ukuran kepala janin tidak sebanding dengan panggul ibu sehingga persalinan normal tidak mungkin.
- Plasenta previa → plasenta menutupi jalan lahir.
- Solusio plasenta → plasenta lepas sebelum waktunya yang dapat membahayakan ibu dan janin.
- Robekan rahim (uterine rupture) atau risiko tinggi terjadi robekan.
- Riwayat operasi sesar sebelumnya dengan kondisi yang berisiko bila melahirkan normal (tergantung jenis sayatan rahim).
- Infeksi tertentu (misalnya herpes genital aktif) yang bisa membahayakan bayi bila lahir pervaginam.
Indikasi pada janin
- Gawat janin (fetal distress) → tanda-tanda janin kekurangan oksigen.
- Letak janin abnormal (misalnya letak lintang atau sungsang tertentu yang tidak memungkinkan persalinan normal).
- Kehamilan ganda (misalnya kembar siam, kembar dengan posisi abnormal, atau kondisi lain yang menyulitkan persalinan normal).
- Makrosomia janin (berat janin terlalu besar, biasanya >4–4,5 kg).
Indikasi lain
- Persalinan tidak maju (prolonged labor/obstructed labor).
- Kondisi medis ibu tertentu, misalnya preeklampsia berat/eklampsia, yang membutuhkan persalinan cepat untuk menyelamatkan ibu dan janin.
Apakah ibu dengan Hepatitis C boleh menyusui?
HCV tidak menular melalui pemberian ASI ataupun melalui jalur oro-enteral. Hingga saat ini tidak ada bukti bahwa penularan HCV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui ASI. Oleh karena itu, menyusui tetap direkomendasikan sebagai salah satu pilihan pemberian nutrisi bagi bayi setelah persalinan.
Kapan pengobatan Hepatitis C ditawarkan pada ibu?
Bagi perempuan hamil yang terinfeksi HCV, pengobatan dengan DAA dan interferon tidak dapat digunakan. Oleh karena itu sebagai bagian dari perawatan, ibu hamil yang terinfeksi HCV perlu mendapatkan penilaian status infeksi dan kondisi hati untuk menjaga kesehatannya sendiri. Setelah masa menyusui selesai, barulah terapi HCV dapat ditawarkan kepada ibu.
Kapan tes dilakukan pada bayi yang lahir terpapar dari ibu
dengan Hepatitis C?
Bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi HCV (bayi terpapar HCV) perlu menjalani pemeriksaan antibodi anti-HCV pada usia 12–18 bulan. Secara umum, lebih dari 90% bayi terpapar HCV akan mampu membersihkan virus secara spontan pada rentang usia tersebut.
Bagaimana jika anak terinfeksi Hepatitis C?
Berdasarkan WHO Guidelines (2022) tentang penatalaksanaan Hepatitis C, penggunaan direct-acting antivirals (DAA) sudah diperluas untuk anak-anak dan remaja. Berikut ringkasannya:
- Umur ≥3 tahun
Anak berusia 3 tahun ke atas dan dengan infeksi HCV kronis tanpa sirosis direkomendasikan mendapat terapi DAA.
Regimen yang direkomendasikan:
- Sofosbuvir/velpatasvir 12 minggu
- Sofosbuvir/daclatasvir 12 minggu
- Glecaprevir/pibrentasvir 8 minggu
- Umur <3 tahun
Belum direkomendasikan terapi DAA karena data keamanan dan efektivitas masih terbatas. Terapi ditunda sampai anak berusia 3 tahun atau lebih, kecuali ada perkembangan baru.
Referensi:
- Guidelines for the care and treatment of persons diagnosed with chronic hepatitis C
virus infection (WHO, 2018) - Updated recommendations on treatment of adolescents and children with chronic
HCV infection, and HCV simplified service delivery and diagnostics (WHO, 2022)