Oleh: Admin Peduli Hati Bangsa, 25 Januari 2022
Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menyatakan bahwa bahwa pengurus/pimpinan perusahaan wajib memeriksakan kesehatan kondisi fisik atau mental (rohani) tenaga kerja melalui pemeriksaan awal bagi tenaga kerja yang akan bekerja, atau pemeriksaan berkala dan khusus, bagi tenaga kerja yang telah bekerja. Oleh karena itu, tujuan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja adalah untuk melindungi tenaga kerja, dan bukan dijadikan sebagai alat yang merugikan tenaga kerja.
Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja haruslah dilakukan secara terarah dan rasional dengan tujuan untuk penyesuaian tenaga kerja dengan pekerjaannya, dan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja
Kecenderungan kondisi saat ini banyak perusahaan/instansi dalam pemeriksaan kesehatan melakukan pengujian HBsAg sebagai alat untuk seleksi karyawan yang akan diterima, dimana seseorang dengan HBsAg positif dianggap tidak sehat (unfit) untuk dipekerjakan.
Studi kepustakaan dan konsultasi dengan pakar penyakit hati yang menunjukkan bahwa:
- Seseorang dengan HBsAg positif dalam darahnya belum tentu menderita Hepatitis, selama fungsi hati normal, seseorang tidak dianggap menderita Hepatitis.
- Prevalensi HBsAg positif di Indonesia cukup tinggi yaitu sebesar 5-15%
- Penularan dari virus Hepatitis B di tempat kerja tidak mudah karena penularan ini hanya mungkin melalui kontak yang erat misalnya melalui transfusi darah, suntikan atau dari ibu kepada bayi yang dilahirkan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No SE.07/BW/1997 tentang Pengujian Hepatitis B dalam Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja menganjurkan kepada semua perusahaan/instansi untuk tidak melakukan pengujian serum HBsAg sebagai alat seleksi pada pemeriksaan awal maupun berkala.